Wacana kenaikan gaji anggota dewan yang belakangan menuai kritik masyarakat dianggap tidak sejalan dengan kondisi ekonomi sebagian besar rakyat. Kontras dengan situasi itu, KH. Idham Chalid yang memimpin DPR pada periode 1971–1977 kerap dikenang sebagai figur yang hidup bersahaja, meskipun memegang jabatan tinggi negara.
Menurut catatan Ensiklopedia Tokoh Nasional dan sumber resmi NU Online, Idham Chalid merupakan sosok ulama sekaligus politisi yang menempatkan pengabdian kepada umat di atas kepentingan pribadi. Bahkan, sejumlah literatur menyebutkan bahwa ia termasuk salah satu Ketua DPR termiskin dalam sejarah Indonesia. Kesederhanaannya tercermin dari kehidupan sehari-hari yang jauh dari kemewahan, meski dirinya pernah menjabat Ketua Umum PBNU selama lebih dari dua dekade.
Lebih jauh, sebagaimana ditulis dalam Ensiklopedia Nahdlatul Ulama (NU Online), Idham Chalid kerap menolak fasilitas negara yang disediakan untuk dirinya. Sebagai Ketua DPR, ia berhak mendapatkan rumah dinas dan kendaraan dinas, namun Idham lebih memilih tetap tinggal di rumah pribadi sederhana di Jakarta Timur dan menggunakan mobil pribadi keluaran lama. Bahkan, menurut penuturan putranya, HM Muslich Idham Chalid, dalam buku KH. Idham Chalid: Guru Politik Orang NU, sang kiai sering menggunakan kendaraan umum ketika fasilitas negara tidak tersedia, tanpa merasa risih sedikit pun.
Sikap menolak fasilitas itu menunjukkan konsistensi prinsipnya: jabatan adalah amanah, bukan sarana memperkaya diri. Ia wafat pada 11 Juli 2010 dalam keadaan tetap sederhana, meninggalkan teladan moral yang kuat bagi pejabat publik Indonesia.
Bandingkan dengan kondisi saat ini, ketika gaji, tunjangan, dan fasilitas anggota DPR kerap menjadi sorotan publik. Kehidupan mewah sebagian politisi menciptakan jurang kepercayaan dengan rakyat. Figur seperti KH. Idham Chalid menjadi pengingat bahwa jabatan politik seharusnya dimaknai sebagai pengabdian.
Warisan kesederhanaan Idham Chalid tidak hanya penting bagi kalangan Nahdliyin, tetapi juga menjadi cermin bagi seluruh pejabat negara. Di tengah polemik kenaikan gaji DPR, sosoknya seakan memberi pesan kuat: mengabdi kepada bangsa sejatinya lebih mulia daripada mengejar keuntungan pribadi.
0Komentar
Beri Komentar